Entri yang Diunggulkan

Senin, 30 Oktober 2017

AYAM JAGO LEGENDARIS

Kalau ada yang tanya ayam apa yang begitu populer hingga dikenal oleh hampir semua orang Indonesia, pasti jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah... Jeng Jeng Jeeeengg... !! 

http://jogja.tribunnews.com/2017/09/05/ayam-jago-yang-sering-ditemui-di-mangkok-itu-akhirnya-berkokok-ada-hak-ciptanya-loh?page=3

Yeap! Tepat Sekali!
Dia adalah si ayam jago di mangkok keramik yang biasa dipakai abang-abang bakso atau mas-mas mie ayam. 

Dikutip dari http://citizen6.liputan6.com/read/2941790/ini-asal-muasal-mangkuk-ayam-jago-yang-melegenda bahwa logo ayam jago ini punya sejarah panjang dan filosofi tersendiri dari tempat asalnya di Tiongkok sana. Yes, mangkok-mangkok ini memang awalnya diproduksi di Tiongkok, sejak jaman dinasti Ming. Dan dibawa ke Indonesia oleh para pedagang pada jaman dahulu kala. Logo ayam sendiri dipilih karena melambangkan rezeki dan kemakmuran. Jadi diharapkan penggunaan gambar ayam jago akan membawa rezeki berlimpah dan kesejahteraan bagi si pemilik mangkok.

Dan ternyata lagi, logo ayam jago pada peralatan makan ini di Indonesia sudah ada hak ciptanya. Yaitu dimiliki oleh PT Lucky Indah Keramik. Jadi buat kalian yang pengen berbisnis mangkok keramik, hindari deh memproduksi segala mangkok, piring, gelas atau vas kembang yang bergambar persis sama atau mirip logo si ayam jago legendaris ini. Kalau masih nekad, siap-siap aja berhadapan dengan tuntutan hukum.

Sebagai alternatif, mungkin bisa dipertimbangkan logo ayam kampung babon, kucing kembang telon, atau si hitam manis ayam cemani? Mengingat ayam kampung babon banyak diburu penjual soto ayam kampung, kucing kembang telon yang dianggap unik dengan tiga warnanya, dan si cemani yang dihargai hingga puluhan juta rupiah oleh para penganut dunia perklenik-an dan mitosnisty.

Dulu waktu saya masih kecil dan sering diajakin almarhumah mama ke pasar besar kota Malang, saya sering lihat para penjual peralatan makan yang memajang tumpukan mangkok ayam jago. Nah, teman-teman biasanya juga tahu kan, kalau di mangkok ayam jago ini biasanya ada logo penyedap rasa juga? Awalnya saya kira mangkok seperti ini adalah hadiah dari si penyedap rasa. Dan waktu saya lihat tumpukan mangkok ayam jago di kios pedagang pasar, yang saya pikirkan waktu itu adalah betapa hebatnya si pedagang, yang mampu mengkonsumsi begitu banyak micin hingga bisa mengoleksi segitu banyak mangkok. Apa si micin dipake cemilan sambil nonton film vampir setiap Sabtu jam 10 pagi?  

 

Sampai sekarang pun saya masih belum paham korelasi antara si mangkok ayam dan merk penyedap rasa. Mungkin itu adalah salah satu bentuk simbiosis mutualisme dalam ranah promosi.  

Saking populernya, si mangkok ayam jago udah jadi semacam lambang negara, lagu nasional dan sumpah kebangsaan dalam dunia per-abang bakso-an dan per-mie ayam-an. Hampir semua penjual pakai mangkok ini, seolah ada pakta perjanjian tersirat dan tak tersurat yang sudah berlaku sejak jaman Ken Arok naksir kentol Ken Dedes. 

Tapi kalau dilihat dari bentuk dan ketebalannya, emang masuk akal juga sih. Karena mangkok keramik jenis ini berpinggiran lebih tebal daripada mangkok-mangkok rumahan pada umumnya. Jadi lebih awet dan tahan banting. Tahan bocel-bocel saat berbenturan. Juga lebih tahan panas saat disiram kuah mendidih. Belum lagi cekungannya yang (sebenarnya) nggak begitu dalam itu bisa ngasih efek optical illusion soal isi mangkok. Si mie ayam akan kelihatan menggunung saat dituang ke mangkok, memanipulasi pikiran pembeli, membuat satu porsi mie ayam kelihatan berisi lebih banyak daripada aslinya. Padahal mah disruput tiga kali juga habis. Eh, itu kalau yang nyruput saya sih. Hahaha... 

Di luar itu semua, saya punya alasan sentimentil pribadi terhadap si ayam jago. 

Entah kenapa, setiap kali lewat bakul mie ayam yang lagi beberes mangkok-mangkoknya, suara kemelethak si mangkok saat saling berbenturan itu bikin perut saya langsung lapar. Seolah otak saya emang sudah tersetting untuk mengkoneksikan bunyi mangkok itu dengan keberadaan makanan enak. Efek yang persis sama seperti yang dihasilkan oleh bau asap pembakaran sate. 

Rupanya si ayam jago emang jago berkokok, tanpa pernah gagal membangunkan monster pengunyah yang tersembunyi di balik perut gembul ini.






Sabtu, 28 Oktober 2017

PUTIH BERKILAU ATAU..... ?

Oookkeeee.... Saya bukan jenis orang yang suka menggunakan krim perawatan kulit. Biasanya saya cuma fokus membersihkan wajah dengan sabun muka atau susu pembersih, dan sesekali gosok-gosok kulit muka pakai amplas tomat. Jadi saya awam banget dengan segala macam krim pagi, krim malam, krim BB, dan lain sebagainya. Untuk kulit badan pun cuma sekedar oles-oles hand & body lotion aja.

Nah, jadi pas ceritanya saya habis baca-baca bahwa kebanyakan masalah kulit perempuan yang berusia mulai dari 30 tahun ke atas ditimbulkan oleh sinar matahari (Eh tapi saya belum 30 lo yaaaaa...masih imut kiyut unyu-unyu niiii hahaha), dan sekaligus mengingat hobi kami sekeluarga yang doyan banget jalan-jalan ke alam, akhirnya saya memutuskan untuk mulai pakai sunblock (Padahal mah muka tetep gini-gini aja kali yee walau dipakein sunblock segalon. Nggak bakalan berubah jadi Raisa. Mungkin kalau berubah jadi Raiso atau Raimu sih iya). 

Saat pilih-pilih produk sunblock, saya yang awam ini main comot aja salah satu merk yang menyatakan bahwa produknya ini juga dilengkapi oleh pearl formula gitu deh. Intinya sih produk ini diklaim bisa bikin kulit jadi glowing berkilau seperti mutiara. Dan kebetulan lagi, waktu kehabisan body lotion, saya main comot pula salah satu varian lotion dari merk langganan yang belum pernah saya coba. Baru sadar di rumah kalau lotion ini pun mengandung pearl formula.

(Plis, jangan salah paham. Saya nggak segitu o'onnya berharap kulit saya bisa berubah mak cling kinclong kayak marmer Taj Mahal hanya dengan menggunakan sunblock bermutiara. Pilihan ini murni semata mata karena dorongan rasa penasaran saya terhadap si produk).

Oke, balik ke topik. Setelah beres beli-beli, akhirnya coba-coba pakai donk sayanya.
Lah, tapi kok? Pas si sunblock diaplikasikan ke muka, kenapa jadi muncul semacam glitter berkerlap kerlip begini di kulit? Berhubung nggak pernah pakai sunblock sebelumnya, saya mikir oohh mungkin emang gini kali ya namanya sunblock itu. Woless.. 

Terus saya coba juga tuh si body lotion ke kulit lengan. Wait. Kok glittering juga? Ada kerlap kerlip bintang kecil di kulitku? 
Baru deh nyadar. Kayaknya itu kerjaan si pearl formula.

Ya Salam... Jadi ini toh maksudnya putih bersinar seperti mutiara?? Ya kaleee yang pakai berkulit terang, seterang tanggal muda habis gajian.

La kalau yang pakai kulitnya jenis sawo menuju busuk kayak saya, jadinya sih jelas bukan putih bersinar seperti mutiara.

Tapi gelap berkerlap kerlip seperti pemandangan kota Batu dilihat dari Gunung Banyak di malam gelap gulita.




http://www.surabayapagi.com/read/152343/2017/03/17/Keistimewaan-Mutiara-dibanding-Perhiasan-Lain.html

Minggu, 22 Oktober 2017

A LA - A LA ELLEN : Puding



Jadi ceritanya, saya sempat ditinggal kerja ke Jekardah oleh pak suami saat baru 6 bulan nikah. Namanya pun penganten baru ya bo’. Mana mau lama-lama berjauhan. Akhirnya saya resign dan nguber pak cinta ke Jakarta (halah, padahal aslinya ya emang udah nggak betah kerja di tempat itu). Taunyaaa... baginda ratu malah cuma bertahan 3 bulan di Jakarta. Balik kandang di bulan ke 4, meninggalkan suami satu-satunya ngekos di Batavia.

Pas udah di rumah lagi, bengong deh. Sempat cangkul-cangkul halaman yang seuprit, bikin bedeng-bedeng, terus nanam sayur mayur. Mulai dari kembang kol, sawi daging, sampai bayam merah. Pas udah sekali panen, mood untuk nanam kembali udah hilang. Emang dasarnya orang bosenan. Pikir-pikir, ngapain lagi ya. Ngerjakan apa ya buat ngisi waktu. Setelah klik-klik internet, akhirnya dapat ide untuk jualan puding aja.

Kenapa puding?
Waktu itu pertimbangannya karena puding itu relatif lebih mudah dibuat oleh newbie pawon model saya. Dan sepertinya di Malang (saat itu) belum banyak penjual puding online. Apalagi yang dihias-hias pakai buah untuk ulang tahun.  Dan kebetulan ada adik ipar yang kerja di Malang, jadi bisa bantu kirim-kirim pudingnya. For your info, saya ini salah satu dari sedikit orang jaman now yang nggak bisa motoran (di dunia ini cuma pak cinta yang mengakui skill motoran saya, padahal saya sendiri aja nggak yakin). Tapi sekalipun bisa, puding (terutama yang puding tart buah) tetap nggak bisa dikirim pake motor hanya oleh satu orang aja. Harus berdua, karena nggak seperti cake tart yang kokoh, puding itu kena goncangan dikit wes iwel-iwel kudu numplek.  

Mulailah petualangan baru saya. Berhubung saya ini tipe yang males keluar duit untuk hal yang belum jelas prospeknya, jadi saya nggak pernah kursus masak. Semua ilmu saya dapet otodidak dari coba-coba bikin, dan wangsit  mbah google. Bahkan saat saya ambil foto untuk promo, saya masih belum ngerti gimana cara nempelin buah di atas puding. Jadi buah-buahnya cuma asal disusun aja di atas puding, tanpa nempel sama sekali gerak dikit ambyar.  Modal nekat aja. Learning by doing.










Stigma bahwa puding adalah makanan anak-anak bikin saya nggak bisa main-main. Bahkan selain untuk puding rainbow (yang happening kala itu), saya hampir nggak pernah menggunakan pewarna atau perisa. Kombinasi warna saya dapatkan dari sirup, atau selai buah, atau coklat bubuk. Kalaupun dapat pesanan puding rainbow, saya usahakan penggunaan pewarna seminimalis mungkin. Tapi hasilnya justru bagus loh. Soft tapi cantik, seperti rainbow beneran di langit.

Nah, mumpung omong-omong soal puding, sekalian aja saya mau bagi info ala ala Ellen seputar dunia perpudingan. Disebut ala Ellen karena sebenarnya saya nggak pernah dapat pelatihan/kursus formal. Jadi apa yang saya bagikan ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi selama jadi bakul puding. Mungkin bisa berbeda dari penjelasan para guru yang sudah ahli. Silahkan diikuti mana-mana yang menurut teman-teman nyaman dan benar untuk dieksekusikan. 



Pertama, pertanyaan yang paling sering ditanyakan sama teman-teman biasanya adalah tentang cara menempelkan layer-layer puding pada puding loyang. Proses numpuk beberapa varian puding ini memang kadang nggak berjalan mulus. Bisa jadi saat puding udah keras dan dibalik ke alas kue, layer demi layer ini nggak saling menempel dan ambyar bagai hatiku yang kau khianati. Biasanya sih, penyebab utama lapisan puding nggak saling menempel adalah karena puding didinginkan di dalam kulkas. Ini adalah salah satu pantangan besar. Karena saat didinginkan di dalam kulkas, suhu dingin akan membentuk embun pada permukaan puding. Jadi ketika dituang lapisan berikutnya, kedua puding ini nggak saling menempal karena keberadaan si embun borokokok. Saya selalu mendinginkan puding di suhu ruangan. Memang memakan waktu lebih lama, tapi InsyaAllah puding akan sukses saling menempel saat lapisan berikutnya dituangkan. 

Perhatikan juga cara perebusan adonan puding. Karena menggunakan susu (atau bisa diganti santan), maka puding harus sering-sering diaduk. Dan hindari penggunaan api yang terlalu besar. Ini dilakukan untuk menghindari santan/susu menjadi pecah karena akan berpengaruh pada tampilan puding ketika sudah beku (kecuali kalau memang berniat membuat puding lumut ya. Kalau puding jenis ini memang diusahakan dipanasi sampai susu/santan pecah agar bisa tercipta motif lumutnya). Saat adonan sudah mendidih, langsung matikan api. Puding cair yang kurang panas ketika dituang ke tumpukan puding sebelumnya, beresiko nggak akan menempel. Tapi puding yang terlalu panas akan membuat susu di dalamnya pecah dan terpisah. Jadi harus cermat memperkirakan waktu.

Lalu ada juga pertanyaan mengenai cara menempelkan buah pada permukaan puding. Ini bisa dilakukan dengan menuang tipis-tipis cairan agar-agar plain setelah buah disusuh rapi. Nggak perlu terlalu tebal supaya tampilan buah tetap cantik. Kalau masih ada sedikit space sela antara dinding puding dengan pinggiran alas, bisa diganjal menggunakan potongan buah juga. Dengan cara ini, puding akan berdiri lebih kokoh walau sekelilingny nggak ditahan dengan plastik mika.



Pemilihan buah pun penting untuk menciptakan kombinasi warna yangmenarik dan eye-catching. Buah yang digunakan adalah buah yang berdaging tebal, mudah dibentuk dan bertekstur crispy. Padukan warna-warna ngejreng seperti warna dari buah strawberry dan jeruk, dengan warna-warna yang lebih gelap atau soft seperti warna dari buah anggur atau kiwi. Perhatikan juga kombinasi rasa. Strawberry dan kiwi adalah buah dengan rasa asam. Sementara anggur dan jeruk (jeruk kaleng) cenderung manis. Apel fuji, melon (rock melon yang berwarna daging oranye) atau buah naga juga bisa jadi pilihan. Hati-hati dengan penggunaan buah naga merah karena cenderung berair dan warna air yang keunguan bisa mempengaruhi warna puding atau warna buah lain di sekitarnya. Beberapa jenis buah lebih mahal daripada yang lain. Padu padankan buah yang digunakan agar bisa menekan HPP. Anggur red globe atau kiwi adalah buah yang harganya sering berfluktuasi tergantung musim dan ketersediaan. Sementara harga strawberry atau buah jeruk dan leci kaleng lebih stabil. 








Untuk resep pudingnya, teman-teman bisa menggunakan resep andalan masing-masing. Tapi untuk puding loyang / tart puding, nggak bisa menggunakan resep puding sutra ya karena bertekstur sangat lembek. Perbandingan yang pas antara jumlah agar-agar dan susu yang biasa saya pakai untuk membuat puding loyang ukuran diameter 22 cm x 7cm adalah 3 sachet agar-agar : 1 kaleng susu kental manis putih. 

Saran saya kalau mau buka usaha puding, mulai aja dari yang bisa dipelajari otodidak dulu. Nanti begitu uang sudah terkumpul, lanjut kursus atau ikut pelatihan atau beli buku-buku panduan. Biar makin jago. Jangan kayak saya yang males belajar. Tapi tips yang paling penting, kalau mau jualan, pede aja! Jangan berkecil hati hanya karena nggak punya background pendidikan boga. Pernah nggak makan di warung yang masakannya nggak wuenak babar blas, tapi warungnya tetap bertahan bertahun-tahun? Penjualnya tetap pede aja toh? Hehehe...

Kamis, 19 Oktober 2017

MANIS ASAM SI BUAH MANGGA

Udah musim mangga lagi nih. Di jalanan udah berjejer para penjual mangga, dari yang mangga harum manis, sampai mangga manalagi. Dari yang gendut-gendut montok, sampai yang lonjong-lonjong langsing. Dari yang kulitnya hijau tua, sampai yang kekuningan. Dari yang penjualnya jujur, sampai yang tipu-tipu timbangan *Eh!*  



Buah yang dagingnya legit ini banyak banget penggemarnya. Kamu sukanya yang jenis apa? Kalau saya sendiri sih paling suka sama mangga manalagi. Jenis mangga ini buahnya nggak terlalu besar, bintik putih di kulitnya lebih jelas, dan kalau dibelah, semakin mendekati biji akan kelihatan ada semacam bercak ‘madunya’. Manis banget ! Saking doyannya, mangga 2 kilo cuma bertahan sehari aja kalau di rumah. Betapa tidak, lha wong bune sibuk ngupas, pakne malah sibuk nyuap. Gitu pun masih rebutan ngrikiti pelok. Ogah rugi tenan kok. 

                                                           mangga manalagi



Di depan rumah saya, ada pohon mangga manalagi yang usianya hampir sama dengan usia saya sendiri. Pohon tua. Batangnya besar, dahannya kokoh, tinggi menjulang deh pokoknya. Dulu hampir setiap tahun saat musim mangga, pohon ini berbuah banyaaak banget. Sampai buahnya bisa dibagi-bagi ke tetangga. Waktu saya kecil, hampir-hampir kami nggak pernah beli mangga di penjual buah. Karena demand akan mangga udah bisa disuplai dari pohon sendiri. Apalagi kalau sekali dua kali ada kelelawar buah (kalong) yang mau berbaik hati memetikkan dari ujung pohon yang nggak terjangkau. Mangga pilihan kelelawar buah itu nggak pernah salah. Pasti matang, pasti manis. Tanpa repot-repot manjat pula.



Tapi beberapa tahun belakangan, pohon ini udah nggak seproduktif dulu lagi. Jadi kalau pengen mangga, kami harus beli juga di luar. Nah, pas pertama kali ngerasain buah mangga manalagi hasil beli, kayaknya kok beda banget ya sama buah mangga yang biasa dipanen dari pohon di halaman. Kalau buah dari pohon sendiri, karena baru dipanen saat benar-benar matang di pohon, jadi ukurannya gendut-gendut montok kayak saya. Dan buahnya beneran legit, tanpa serat. Kalau mau dimakan saat udah benar-benar matang dan manis, biasanya diperam dulu di dalam beras. Tapi kalau pengen ngerasain yang ada sensasi asamnya , bisa langsung kupas-potong saat itu juga.  





Kalau beli kan mana bisa gitu. Semua pasti manis dan matang walau matangnya dipaksa karbit. Dan entah apa karena pengaruh karbit atau hal lain, mangga manalagi yang dibeli di penjual itu pasti berserat. Jadi nggak enak dimakannya. Mana ukurannya mungil-mungil pula. Mini-mini kayak saya yang imut ini *plakk!*



Pohon mangga depan rumah ini pun pernah menyimpan sejuta cerita. Waktu masih jaman piyik, saya dan sepupu-sepupu saya suka banget main-main di bawahnya. Pohonnya bisa dipanjat, dahannya pun bisa diduduki. Nggak tahu deh berapa kali saya pernah minta dibikinin rumah pohon di atas pohon mangga itu ke orang tua saya. Gara-gara kena racun buku Lima Sekawannya Enid Blyton yang sering nyebut-nyebut soal rumah pohon. Kayaknya asyik banget kalau punya ‘markas rahasia’ berupa rumah pohon. Langsung keren to the max kali ya. Eh, sampai sekarang pun masih pengen punya rumah pohon pribadi sih. Hihi..



Pohon di halaman rumah itu, saking lebat buahnya sampai sering mengundang tangan-tangan jahil juga. Soal ini, ada cerita lain. Pada suatu malam, almarhumah mama saya pernah terbangun dari tidurnya gara-gara dengar suara aneh dari halaman rumah. Keluarlah beliau sendirian, di tengah malam buta. Dahan pohon mangga yang seharusnya tenang, malam itu berayun-ayun aneh. Beberapa daun juga berjatuhan. Padahal nggak ada angin. Penasaran, mama saya pun ngelongok ke atas. Ternyata oh ternyata... mas maling masih berdiri di salah satu dahan, berusaha untuk nggak bersuara. Mungkin dia berharap kegelapan malam akan menyembunyikan keberadaannya. Tanpa dia sadari, mata emak-emak itu lebih tajam dari elang di siang hari, dan lebih hebat dari mata kucing di malam hari. Berbekal sapu di tangan, mama saya pun melabrak si maling, meneriakinya sampai  dia ketakutan dan meloncat dari dahan tempatnya berdiri (yang cukup tinggi sebenarnya), dan lari tunggang langgang.



The power of emak-emak kok dilawan. Satria Baja Hitam pun pasti akan bertekuk lutut di hadapan ksatria berdaster ini.



Ngomongin soal mangga, sekarang lagi happening si Mango Thai itu ya. Dengar-dengar sih gerainya di salah satu mall di kota besar ramai banget, menciptakan antrian mengular. Dan denger-denger juga, gerai itu sampai mengimpor mangganya langsung dari Thailand! Wuih... mangga rasa impor emang beda kali ya. Saya sendiri sih belum pernah nyobain beli. Sayang umur kalau harus dipake ngantri lama. Tapi di facebook pun udah banyak resep Mango Thai berseliweran. Gitu pun masih nggak tertarik untuk nyoba bikin. Menurut saya, Mango Thai itu cara ribet untuk makan mangga! Hahaha *dilemparblender*. Tapi yakin sih pasti enak, secara emang itu isiannya saya suka semua.



 





Mango thai adalah perpaduan dari jus mangga, whipped cream, es serut (atau ice cream?) mangga, dan potongan buah mangganya sendiri. Jus mangga kan sering minum. Whipped cream juga tahu rasanya. Ice cream mangga? Pernah bikin sendiri. Begitu juga dengan rasa buah mangga potong. Semua bahan yang membentuk mango thai itu udah pernah saya coba. Jadi tinggal bayangin aja makan semua bahan itu bareng-bareng. Beres tho?  Ntar deh kapan-kapan saya kasih resep bikin ice cream mangga simple yang enak. 


                          ice cream mangga buatan sendiri. sumpah ini enak bangeeett




Mangga nggak pernah gagal menghadirkan sejuta cerita. Dari India sampai Indonesia. Dari Meksiko sampai Filipina. Buah ini selalu dicari, bahkan digandrungi juga sama bule-bule di Yurop dan Ameriki sono. Mungkin makan mangga bisa bikin mereka ngerasa eksotis instan kali yaaa...