Jadi ceritanya, saya sempat ditinggal kerja ke Jekardah oleh
pak suami saat baru 6 bulan nikah. Namanya pun penganten baru ya bo’. Mana mau
lama-lama berjauhan. Akhirnya saya resign dan nguber pak cinta ke Jakarta
(halah, padahal aslinya ya emang udah nggak betah kerja di tempat itu). Taunyaaa...
baginda ratu malah cuma bertahan 3 bulan di Jakarta. Balik kandang di bulan ke
4, meninggalkan suami satu-satunya ngekos di Batavia.
Pas udah di rumah lagi, bengong deh. Sempat cangkul-cangkul
halaman yang seuprit, bikin bedeng-bedeng, terus nanam sayur mayur. Mulai dari
kembang kol, sawi daging, sampai bayam merah. Pas udah sekali panen, mood untuk
nanam kembali udah hilang. Emang dasarnya orang bosenan. Pikir-pikir, ngapain
lagi ya. Ngerjakan apa ya buat ngisi waktu. Setelah klik-klik internet,
akhirnya dapat ide untuk jualan puding aja.
Kenapa puding?
Waktu itu pertimbangannya karena puding itu relatif lebih
mudah dibuat oleh newbie pawon model saya. Dan sepertinya di Malang (saat itu)
belum banyak penjual puding online. Apalagi yang dihias-hias pakai buah untuk
ulang tahun. Dan kebetulan ada adik ipar
yang kerja di Malang, jadi bisa bantu kirim-kirim pudingnya. For your info,
saya ini salah satu dari sedikit orang jaman now yang nggak bisa motoran (di
dunia ini cuma pak cinta yang mengakui skill motoran saya, padahal saya sendiri
aja nggak yakin). Tapi sekalipun bisa, puding (terutama yang puding tart buah)
tetap nggak bisa dikirim pake motor hanya oleh satu orang aja. Harus berdua,
karena nggak seperti cake tart yang kokoh, puding itu kena goncangan dikit wes iwel-iwel kudu numplek.
Mulailah petualangan baru saya. Berhubung saya ini tipe yang
males keluar duit untuk hal yang belum jelas prospeknya, jadi saya nggak pernah
kursus masak. Semua ilmu saya dapet otodidak dari coba-coba bikin, dan
wangsit mbah google. Bahkan saat saya
ambil foto untuk promo, saya masih belum ngerti gimana cara nempelin buah di
atas puding. Jadi buah-buahnya cuma asal disusun aja di atas puding, tanpa
nempel sama sekali gerak dikit ambyar. Modal nekat aja. Learning by doing.
Stigma bahwa puding adalah makanan anak-anak bikin saya
nggak bisa main-main. Bahkan selain untuk puding rainbow (yang happening kala
itu), saya hampir nggak pernah menggunakan pewarna atau perisa. Kombinasi warna
saya dapatkan dari sirup, atau selai buah, atau coklat bubuk. Kalaupun dapat pesanan puding rainbow, saya usahakan penggunaan pewarna seminimalis mungkin. Tapi hasilnya justru bagus loh. Soft tapi cantik, seperti rainbow beneran di langit.
Nah, mumpung omong-omong soal puding, sekalian aja saya mau
bagi info ala ala Ellen seputar dunia perpudingan. Disebut ala Ellen karena
sebenarnya saya nggak pernah dapat pelatihan/kursus formal. Jadi apa yang saya
bagikan ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi selama jadi bakul puding. Mungkin
bisa berbeda dari penjelasan para guru yang sudah ahli. Silahkan diikuti
mana-mana yang menurut teman-teman nyaman dan benar untuk dieksekusikan.
Pertama, pertanyaan yang paling sering ditanyakan sama
teman-teman biasanya adalah tentang cara menempelkan layer-layer puding pada
puding loyang. Proses numpuk beberapa varian puding ini memang kadang nggak
berjalan mulus. Bisa jadi saat puding udah keras dan dibalik ke alas kue, layer
demi layer ini nggak saling menempel dan ambyar
bagai hatiku yang kau khianati. Biasanya sih, penyebab utama lapisan
puding nggak saling menempel adalah karena puding didinginkan di dalam kulkas.
Ini adalah salah satu pantangan besar. Karena saat didinginkan di dalam kulkas,
suhu dingin akan membentuk embun pada permukaan puding. Jadi ketika dituang
lapisan berikutnya, kedua puding ini nggak saling menempal karena keberadaan si
embun borokokok. Saya selalu
mendinginkan puding di suhu ruangan. Memang memakan waktu lebih lama, tapi InsyaAllah
puding akan sukses saling menempel saat lapisan berikutnya dituangkan.
Perhatikan juga cara perebusan adonan puding. Karena
menggunakan susu (atau bisa diganti santan), maka puding harus sering-sering
diaduk. Dan hindari penggunaan api yang terlalu besar. Ini dilakukan untuk
menghindari santan/susu menjadi pecah karena akan berpengaruh pada tampilan
puding ketika sudah beku (kecuali kalau memang berniat membuat puding lumut ya.
Kalau puding jenis ini memang diusahakan dipanasi sampai susu/santan pecah agar
bisa tercipta motif lumutnya). Saat adonan sudah mendidih, langsung matikan
api. Puding cair yang kurang panas ketika dituang ke tumpukan puding
sebelumnya, beresiko nggak akan menempel. Tapi puding yang terlalu panas akan
membuat susu di dalamnya pecah dan terpisah. Jadi harus cermat memperkirakan
waktu.
Lalu ada juga pertanyaan mengenai cara menempelkan buah pada
permukaan puding. Ini bisa dilakukan dengan menuang tipis-tipis cairan agar-agar
plain setelah buah disusuh rapi.
Nggak perlu terlalu tebal supaya tampilan buah tetap cantik. Kalau masih ada
sedikit space sela antara dinding puding dengan pinggiran alas, bisa diganjal
menggunakan potongan buah juga. Dengan cara ini, puding akan berdiri lebih kokoh
walau sekelilingny nggak ditahan dengan plastik mika.
Pemilihan buah pun penting untuk menciptakan kombinasi warna
yangmenarik dan eye-catching. Buah yang digunakan adalah buah yang berdaging
tebal, mudah dibentuk dan bertekstur crispy. Padukan warna-warna ngejreng seperti warna dari buah
strawberry dan jeruk, dengan warna-warna yang lebih gelap atau soft seperti
warna dari buah anggur atau kiwi. Perhatikan juga kombinasi rasa. Strawberry
dan kiwi adalah buah dengan rasa asam. Sementara anggur dan jeruk (jeruk
kaleng) cenderung manis. Apel fuji, melon (rock melon yang berwarna daging oranye)
atau buah naga juga bisa jadi pilihan. Hati-hati dengan penggunaan buah naga
merah karena cenderung berair dan warna air yang keunguan bisa mempengaruhi warna
puding atau warna buah lain di sekitarnya. Beberapa jenis buah lebih mahal
daripada yang lain. Padu padankan buah yang digunakan agar bisa menekan HPP.
Anggur red globe atau kiwi adalah buah yang harganya sering berfluktuasi
tergantung musim dan ketersediaan. Sementara harga strawberry atau buah jeruk
dan leci kaleng lebih stabil.
Untuk resep pudingnya, teman-teman bisa menggunakan resep
andalan masing-masing. Tapi untuk puding loyang / tart puding, nggak bisa
menggunakan resep puding sutra ya karena bertekstur sangat lembek. Perbandingan
yang pas antara jumlah agar-agar dan susu yang biasa saya pakai untuk membuat
puding loyang ukuran diameter 22 cm x 7cm adalah 3 sachet agar-agar : 1 kaleng
susu kental manis putih.
Saran saya kalau mau buka usaha puding, mulai aja dari yang bisa dipelajari otodidak dulu. Nanti begitu uang sudah terkumpul, lanjut kursus atau ikut pelatihan atau beli buku-buku panduan. Biar makin jago.Jangan kayak saya yang males belajar. Tapi tips yang paling penting, kalau mau jualan, pede aja! Jangan berkecil hati hanya karena nggak punya background pendidikan boga. Pernah nggak makan di warung yang masakannya nggak wuenak babar blas, tapi warungnya tetap bertahan bertahun-tahun? Penjualnya tetap pede aja toh? Hehehe...
Saran saya kalau mau buka usaha puding, mulai aja dari yang bisa dipelajari otodidak dulu. Nanti begitu uang sudah terkumpul, lanjut kursus atau ikut pelatihan atau beli buku-buku panduan. Biar makin jago.