Entri yang Diunggulkan

Kamis, 19 Oktober 2017

MANIS ASAM SI BUAH MANGGA

Udah musim mangga lagi nih. Di jalanan udah berjejer para penjual mangga, dari yang mangga harum manis, sampai mangga manalagi. Dari yang gendut-gendut montok, sampai yang lonjong-lonjong langsing. Dari yang kulitnya hijau tua, sampai yang kekuningan. Dari yang penjualnya jujur, sampai yang tipu-tipu timbangan *Eh!*  



Buah yang dagingnya legit ini banyak banget penggemarnya. Kamu sukanya yang jenis apa? Kalau saya sendiri sih paling suka sama mangga manalagi. Jenis mangga ini buahnya nggak terlalu besar, bintik putih di kulitnya lebih jelas, dan kalau dibelah, semakin mendekati biji akan kelihatan ada semacam bercak ‘madunya’. Manis banget ! Saking doyannya, mangga 2 kilo cuma bertahan sehari aja kalau di rumah. Betapa tidak, lha wong bune sibuk ngupas, pakne malah sibuk nyuap. Gitu pun masih rebutan ngrikiti pelok. Ogah rugi tenan kok. 

                                                           mangga manalagi



Di depan rumah saya, ada pohon mangga manalagi yang usianya hampir sama dengan usia saya sendiri. Pohon tua. Batangnya besar, dahannya kokoh, tinggi menjulang deh pokoknya. Dulu hampir setiap tahun saat musim mangga, pohon ini berbuah banyaaak banget. Sampai buahnya bisa dibagi-bagi ke tetangga. Waktu saya kecil, hampir-hampir kami nggak pernah beli mangga di penjual buah. Karena demand akan mangga udah bisa disuplai dari pohon sendiri. Apalagi kalau sekali dua kali ada kelelawar buah (kalong) yang mau berbaik hati memetikkan dari ujung pohon yang nggak terjangkau. Mangga pilihan kelelawar buah itu nggak pernah salah. Pasti matang, pasti manis. Tanpa repot-repot manjat pula.



Tapi beberapa tahun belakangan, pohon ini udah nggak seproduktif dulu lagi. Jadi kalau pengen mangga, kami harus beli juga di luar. Nah, pas pertama kali ngerasain buah mangga manalagi hasil beli, kayaknya kok beda banget ya sama buah mangga yang biasa dipanen dari pohon di halaman. Kalau buah dari pohon sendiri, karena baru dipanen saat benar-benar matang di pohon, jadi ukurannya gendut-gendut montok kayak saya. Dan buahnya beneran legit, tanpa serat. Kalau mau dimakan saat udah benar-benar matang dan manis, biasanya diperam dulu di dalam beras. Tapi kalau pengen ngerasain yang ada sensasi asamnya , bisa langsung kupas-potong saat itu juga.  





Kalau beli kan mana bisa gitu. Semua pasti manis dan matang walau matangnya dipaksa karbit. Dan entah apa karena pengaruh karbit atau hal lain, mangga manalagi yang dibeli di penjual itu pasti berserat. Jadi nggak enak dimakannya. Mana ukurannya mungil-mungil pula. Mini-mini kayak saya yang imut ini *plakk!*



Pohon mangga depan rumah ini pun pernah menyimpan sejuta cerita. Waktu masih jaman piyik, saya dan sepupu-sepupu saya suka banget main-main di bawahnya. Pohonnya bisa dipanjat, dahannya pun bisa diduduki. Nggak tahu deh berapa kali saya pernah minta dibikinin rumah pohon di atas pohon mangga itu ke orang tua saya. Gara-gara kena racun buku Lima Sekawannya Enid Blyton yang sering nyebut-nyebut soal rumah pohon. Kayaknya asyik banget kalau punya ‘markas rahasia’ berupa rumah pohon. Langsung keren to the max kali ya. Eh, sampai sekarang pun masih pengen punya rumah pohon pribadi sih. Hihi..



Pohon di halaman rumah itu, saking lebat buahnya sampai sering mengundang tangan-tangan jahil juga. Soal ini, ada cerita lain. Pada suatu malam, almarhumah mama saya pernah terbangun dari tidurnya gara-gara dengar suara aneh dari halaman rumah. Keluarlah beliau sendirian, di tengah malam buta. Dahan pohon mangga yang seharusnya tenang, malam itu berayun-ayun aneh. Beberapa daun juga berjatuhan. Padahal nggak ada angin. Penasaran, mama saya pun ngelongok ke atas. Ternyata oh ternyata... mas maling masih berdiri di salah satu dahan, berusaha untuk nggak bersuara. Mungkin dia berharap kegelapan malam akan menyembunyikan keberadaannya. Tanpa dia sadari, mata emak-emak itu lebih tajam dari elang di siang hari, dan lebih hebat dari mata kucing di malam hari. Berbekal sapu di tangan, mama saya pun melabrak si maling, meneriakinya sampai  dia ketakutan dan meloncat dari dahan tempatnya berdiri (yang cukup tinggi sebenarnya), dan lari tunggang langgang.



The power of emak-emak kok dilawan. Satria Baja Hitam pun pasti akan bertekuk lutut di hadapan ksatria berdaster ini.



Ngomongin soal mangga, sekarang lagi happening si Mango Thai itu ya. Dengar-dengar sih gerainya di salah satu mall di kota besar ramai banget, menciptakan antrian mengular. Dan denger-denger juga, gerai itu sampai mengimpor mangganya langsung dari Thailand! Wuih... mangga rasa impor emang beda kali ya. Saya sendiri sih belum pernah nyobain beli. Sayang umur kalau harus dipake ngantri lama. Tapi di facebook pun udah banyak resep Mango Thai berseliweran. Gitu pun masih nggak tertarik untuk nyoba bikin. Menurut saya, Mango Thai itu cara ribet untuk makan mangga! Hahaha *dilemparblender*. Tapi yakin sih pasti enak, secara emang itu isiannya saya suka semua.



 





Mango thai adalah perpaduan dari jus mangga, whipped cream, es serut (atau ice cream?) mangga, dan potongan buah mangganya sendiri. Jus mangga kan sering minum. Whipped cream juga tahu rasanya. Ice cream mangga? Pernah bikin sendiri. Begitu juga dengan rasa buah mangga potong. Semua bahan yang membentuk mango thai itu udah pernah saya coba. Jadi tinggal bayangin aja makan semua bahan itu bareng-bareng. Beres tho?  Ntar deh kapan-kapan saya kasih resep bikin ice cream mangga simple yang enak. 


                          ice cream mangga buatan sendiri. sumpah ini enak bangeeett




Mangga nggak pernah gagal menghadirkan sejuta cerita. Dari India sampai Indonesia. Dari Meksiko sampai Filipina. Buah ini selalu dicari, bahkan digandrungi juga sama bule-bule di Yurop dan Ameriki sono. Mungkin makan mangga bisa bikin mereka ngerasa eksotis instan kali yaaa...
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar