Entri yang Diunggulkan

Rabu, 07 Februari 2018

TIPS MENJADI IBU MERTUA YANG BAIK

Judul entrynya ngeri-ngeri sedap gitu yee... Hahaha... 

Tapi emang harus diakui bahwa bagi beberapa perempuan, ibu mertua bisa jadi sosok yang mengintimidasi, dan bukannya mengayomi. Sebelum dilanjut, saya konfirmasi dulu nih. Ini saya bukan rasan-rasan ibu mertua sendiri ya. Hubungan kami memang nggak begitu hangat. We don't kiss or hug all the time, karena emang kami hidup terpisah cukup jauh. Beliau di Sidoarjo, sementara saya di Malang. Nggak pernah ada cukup waktu untuk saling curhat seperti ibu dan anak. Tapi saya bisa bilang hubungan kami lumayan oke kok. 

See, jujur aja saya adalah tipe orang yang nggak bisa menyayangi orang selain mendiang mama saya dengan cinta yang sama seperti yang saya rasakan pada Almarhumah. Tentu itu pun berlaku kepada ibu mertua. Tapi saya punya perhatian yang cukup besar pada beliau. Saya bercita-cita untuk bisa membahagiakan ibu dan bapak mertua saya, ingin melindungi hari-hari tua mereka, dan ngerasa sakit hati juga ketika ada yang memandang rendah pada keduanya. Kalau itu adalah ciri perasaan sayang, maka ya, saya memang menyayangi mertua saya. Sekalipun nggak disertai perasaan hangat seperti yang selalu saya rasakan pada mama saya sendiri.

Dulu Mama sering cerita mengenai hubungannya dengan nenek saya yang sama sekali nggak harmonis. Hampir nggak ada kisah menyenangkan yang saya dengar. Dan itu sedikit banyak memunculkan bayangan di benak saya bahwa ibu mertua adalah sosok yang nyebelin banget. Saya tahu, ada banyak menantu perempuan yang sukses dengan "mother in law goals" mereka. Bisa saling menyayangi seperti dengan orang tua kandung, ngobrol tanpa ada batasan yang terasa menghalangi, dan punya perasaan yang cukup secure hingga nggak ada yang perlu dikhawatirkan atas sikap atau kata-kata yang diucapkan. 

Taaapii... mari kita nggak membohongi diri. Masih ada banyak menantu perempuan yang ngerasa 'nggak diterima' oleh ibu mertua mereka hingga memunculkan ketidaknyamanan di sana sini. Iya kan? Iya kan?

Untuk itulah saya nulis tips menjadi ibu mertua yang baik ini. Bukan karena saya sudah berpengalaman menjadi mertua dari seseorang, tapi karena saya sudah cukup berpengalaman jadi menantu seseorang. Tips-tips yang akan saya tulis tentu dilihat dari sudut pandang anak/menantu. Apa-apa yang biasanya menjadi harapan kami pada para ibu mertua di luar sana. Kalaupun generasi mertua saat ini nggak ada yang baca blog saya, paling nggak ini bisa jadi bekal untuk kita-kita para perempuan yang suatu hari nanti akan menyambut anggota keluarga baru.

Olrait, ready?

1.  Pertama-tama, kamu harus 'mengosongkan cangkir' ketika pertama kali menerima menantu. Plain. Totally clear mind. Tanpa berprasangka. Tanpa judging.

2. Kamu harus tahu bahwa bagi hampir semua anak perempuan, sosokmu akan terkesan mengintimidasi. Jadi kamu harus mau menunjukkan usaha untuk melunakkan kesan itu. Ya! Kamulah yang berkewajiban untuk itu! Bukan dia. Ajak dia ngobrol tentang hal remeh-temeh. Tanyakan tentang apa yang dia suka, apa yang dia nggak suka. Tanyakan tentang keluarganya. Beri senyuman (sekalipun itu nggak tulus), panggil dia dengan sebutan "Nak" atau nama panggilan kesayangannya. Make it personal. Mungkin akan butuh dua atau tiga kali pertemuan sebelum kalian jadi nyaman satu sama lain. But it's worth it

3. JANGAN pernah menceritakan tentang kebaikan atau keunggulan menantumu yang lain di depannya. Kalau kamu emang tipe yang suka bercerita, ingatlah untuk hanya cerita hal-hal yang umum tentang menantu yang lain. Bukan seberapa kaya dia, seberapa besar rumahnya, seberapa banyak uangnya. Itu akan bikin menantumu ngerasa dibandingkan dan diremehkan sekaligus (terutama kalau si menantu nggak punya rumah/mobil/uang sebanyak menantu sebelah). Kalau anak kecil aja nggak suka dibanding-bandingkan, apalagi seorang perempuan dewasa. .

4. Jangan ragu untuk membelai punggungnya. Atau menggandeng tangannya saat jalan bareng. Atau mencium pipinya seperti yang kamu lakukan pada anakmu sendiri. Buat dia ngerasa disayangi. Buat dia ngerasa diperlakukan seperti keluarga. Curhatlah padanya sesekali. Ceritakan rahasia-rahasia yang selama ini tersimpan hanya untuk keluarga. Buat dia jadi bagian dari keluargamu.

5. Hargai pengetahuannya. Hargai kecerdasannya. Hargai humornya. Jangan berusaha menunjukkan bahwa kamu jauh lebih pintar daripada dia (apalagi kalau dilakukan di depan banyak orang). Jangan buat dia ngerasa bodoh. Ingatlah bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang labil, dinamis, dan selalu berkembang. Apa-apa yang menurutmu kamu ketahui dari puluhan tahun pengalaman, mungkin sudah nggak relevan lagi saat ini ketika ilmu pengetahuan sudah semakin maju. Buka dirimu untuk ilmu baru sekalipun datangnya dari anak menantu. 

6. Berikan pujian. Ini biasanya berat ya? Padahal ya ampun.... apa sih susahnya? Lebih susah kalau harus ngasih berlian kan? LOL. Kalau menantumu masak untukmu, kasih dia pujian. Apapun itu. Nggak mungkin kan dia masak 4 jenis makanan tapi nggak ada satu pun yang cocok di lidahmu? Kalaupun emang nggak ada, paksakan! Cari! Cari apapun yang bisa kamu puji. Entah itu kebersihannya atau plating-nya atau piring-piringnya yang bagus. Apa aja! Ahli parenting selalu bilang bahwa pujian akan membuat anak jadi merasa dihargai. Merasa puas pada dirinya sendiri. And guess what? Begitu juga bagi menantu. Nggak perlu gengsi. Mungkin dalam hati kamu tahu masakanmu lebih enak, tapi harga dirimu nggak akan runtuh kok dengan ngasih pujian. Justru nilaimu akan naik tinggi di matanya. 

7. Jangan biasakan menaruh curiga. Curiga dia akan ngejauhkan kamu dari anakmu. Curiga dia akan ngabisin uang anakmu. Curiga dia akan bikin cucumu nggak sayang sama kamu. Dan curiga curiga curiga yang lain. Kalau ada masalah, kalau ada selentingan jelek yang kamu dengar tentang menantumu, konfirmasi! Tanyakan langsung! Dengarkan dari sisinya juga. Jangan termakan dengan gosip murahan walau itu datangnya dari anak kandungmu sendiri. Mendengar dari dua sisi akan bikin kamu jadi lebih obyektif dalam memandang sesuatu. Sama sekali nggak ada ruginya. 

8. Biarkan anak dan menantumu mengatur hidup mereka sendiri. Membesarkan anak dengan cara mereka sendiri. Mengurus rumah sekehendak hati mereka sendiri. Jangan samakan dengan kebiasaanmu. Jangan ngasih nasehat ketika nggak diminta. Biarkan mereka jadi dewasa. Biarkan mereka menciptakan dunia mereka. You've already had yours!

9. Kamu dan menantumu nggak selalu memiliki hobi atau minat yang sama. Kamu suka masak, dia suka baca buku. Kamu suka jalan-jalan, dia suka ngabisin waktu dengan kucing-kucingnya. Kamu pintar menjahit, dia pintar melukis. Kamu pintar bermake-up, dia cuma tahu lipstick dan bedak. Jangan paksa dia untuk masuk ke dalam duniamu. Kalau dia nggak suka jalan-jalan ke mall, jangan paksa dia untuk menemanimu berbelanja. Kamu pun nggak akan suka dipaksa-paksa naik gunung hanya untuk menyenangkan hatinya yang hobi hiking kan?


"Ya ampyuunnn..!! Banyak amat sih ini?? Dan semua cuma tentang mertua aja? Menantunya mana? Kan hubungan bisa jadi baik hanya kalau ada timbal balik dua arah?" mungkin gitu ya yang protes. Hehehe... 

Apanya yang banyak sih? Cuma 9 ini kok. Malah ini udah dikurang-kurangin biar nggak ngantuk bacanya. Dan kenapa cuma tentang mertua aja? Karenaaaa... menurut saya pribadi memang ibu mertua-lah yang seharusnya pertama kali 'membuka pintu'. Paham maksud saya nggak? 

Seperti yang saya tulis di awal, bahwa di antara mertua dan menantu, sosokmu-lah yang mengintimidasi. Dia muda, kamu tua. Kamulah yang terlihat mendominasi hubungan. Kamulah yang terkesan menjudge. Jadi kamulah yang berKEWAJIBAN untuk menurunkan kesan itu hingga ke titik paling minimal. Tanpa kamu yang terlebih dulu menunjukkan penerimaan, maka menantumu akan selamanya memasang benteng pertahanan.


Kamu adalah bendungan, menantumu adalah air.
Selama kamu berkeras untuk menutup pintu rapat-rapat, maka dia hanya akan menekanmu dari segala arah dengan seluruh kekuatannya. Tapi ketika kamu mau membuka diri, maka dia akan mengalir tenang melewatimu, tanpa gejolak dan tanpa perlawanan. Mana menurutmu yang lebih indah?
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar