Kalau dengerin lagu-lagu 90’s di youtube,suka baca komen orang-orang yang bilang bahwa lagu itu bikin mereka inget mantan.
Kalau saya sendiri, ada nggak sih mantan yang masih diam-diam saya rindukan?
Nggak. Karena suami saya sekarang ini adalah pacar di kehidupan dewasa satu-satunya yang saya punya. Gimana nggak, la wong kami ini kluntang kluntung selama 7 tahun sebelum nikah. Sementara yang 3 sebelumnya cuma cinta monyet jaman SMP dan SMK.
Yang gaya pacarannya cuma pulang bareng sampe gerbang sekolah dan berpisah di pintu angkot. Yang cuma ngelihat punggungnya dari jauh aja udah bikin malu sendiri. Yang waktu masih naksir-naksiran aja bisa ngabisin 5 lembar halaman diary buat ditulisin.
Hayoooo ngaku pasti kamu juga gitu. Papasannya 3 detik, nulisnya 3 jam. Belum termasuk ngayal sambil gegoleran di kasur, dengerin lagu di radio yang jalan ceritanya mirip atau dimirip-miripin sama kisah sendiri. Nggak inget lapar, nggak inget haus. Bahkan emak manggil pake suara falsetto pun tetep nggak beranjak kalau belum didatangi bawa penggebuk kasur.
Tapi kalau ditanya apa ada unfinish-business yang kadang masih saya kenang, jawabnya sih ada.
Maksudnya unfinish-business itu kami nggak pernah jadian. Tapi sebenarnya (bisa aja) ada sesuatu. KALAU saat itu ada yang mau memulai. Yaaaa... semacam TTM gitu deh (ini singkatan jadul banget yak). Kalau gambaran jaman now-nya kayak lagunya si Meghan Trainor yang Just a Friend to You. Inti lagu itu : “Kamu bilang kita cuma teman. Padahal kamu dan aku sama-sama tahu bahwa yang namanya teman itu jelas nggak kayak gini”. Eaaaaaa.... racun banget ini lagu.
Si unfinish-business ini kadang (beneran cuma kadang. Suwerr!! Ini suami pasti baca soalnya) masih mengirimkan “what if” ke otak saya. What if we made the move... what if we didn’t say things we said... what if we said the things we didn’t... Berandai-andai begini dan begitu.
Tapi seiring berjalannya waktu (dengan kata lain, semakin tuanya umur), saya sadar bahwa itu adalah what if yang sangat besar. A very big what-if. Karena di antara kami ada perbedaan mendasar yang bikin mentok. Nggak bakal ada jalannya.
Tapi apa dia masih saya simpan juga dalam hati? Iya.
Di salah satu sudut.
Tapi sudut yang kecil banget.
Cuma sekedar jendela kecil. A very mini-tiny window. Yang sesekali saya buka untuk sekedar senyum-senyum sendiri saat lagi bad mood.
Meski begitu saya tahu bahwa nggak sehat untuk berlama-lama membuka jendela itu. Saya nggak mau dihisap sama pusaran lagu putri duyung yang keluar dari sana. Nggak mau terhipnotis. Saya nggak bisa renang, cuy! Kalau sekali dibawa putri duyung masuk ke laut udah pasti modar.
Kalau di film-film Hollywood nih, ada banyak banget jalan cerita tentang dua orang yang udah bercerai, kemudian terlibat dalam sebuah situasi bersama, trus endingnya mereka ‘sadar’ bahwa mereka masih saling cinta dan memutuskan untuk balikan.
Tapi di dunia nyata, kayaknya sih yang lebih banyak terjadi itu yang CLBK sama mantan pacar. Kadang malah ada yang rela ngelupain suami/istri sah.
Kenapa?
Karena kalau bekas suami/istri kan kitanya udah tahu busuk-busuknya. Udah hapal jam berapa dia kentut. Di mana dia suka naruh sempak bolong. Kapan aja dia jadwalnya ngupil. Udah bosen juga dengerin dia makan dengan mulut berbunyi. Jadi boro-boro mau diajakin balik. Pisahnya aja pake selametan tumpeng saking bersyukurnya.
Sementara mantan pacar?
Baru kelihatan bagusnya aja. Kebayang senyumnya yang manis, lesung pipitnya yang ngegemesin, suara ketawanya yang renyah, pilihan parfumnya yang wangi, suaranya saat nyanyi lagu-lagu romantis... and the bla and the ble.
Justru di situlah jebakannya. Ilusi yang menciptakan rasa penasaran.
Padahal begitu dilakoni, ya ketemunya gitu lagi gitu lagi. Baru ketahuan kalau si dia yang senyumnya menawan ternyata males sikat gigi. Atau jarang ganti baju. Atau bau kakinya bisa bikin tikus sekarat.
Kenangan akan mantan itu bolehlah sesekali dibuka. Sekedar buat senyum-senyum sendiri.
Tapi janganlah pula dilupa.
Mantan pacar itu ibarat ice cream. Atau permen. Atau coklat. Atau pizza meat lover dengan pinggiran cheesy bite. Enak. Enak banget. Tapi nggak baik buat kesehatan kalau keseringan.
Sementara suami/istri itu ibarat sayuran dan ikan. Yang nggak suka ya bilangnya nggak enak. Tapi nyatanya emang mengandung nutrisi yang tubuh kita perlukan setiap hari untuk tetap sehat.
Ha? Pasanganmu emang nggak suka junk food? Nah selamat deh! Berarti dia orangnya setia sama kamu.
(eaaaaa.... ada yang seneng nih disamain sama sayur bayam
😂)
Kalau saya sendiri, ada nggak sih mantan yang masih diam-diam saya rindukan?
Nggak. Karena suami saya sekarang ini adalah pacar di kehidupan dewasa satu-satunya yang saya punya. Gimana nggak, la wong kami ini kluntang kluntung selama 7 tahun sebelum nikah. Sementara yang 3 sebelumnya cuma cinta monyet jaman SMP dan SMK.
Yang gaya pacarannya cuma pulang bareng sampe gerbang sekolah dan berpisah di pintu angkot. Yang cuma ngelihat punggungnya dari jauh aja udah bikin malu sendiri. Yang waktu masih naksir-naksiran aja bisa ngabisin 5 lembar halaman diary buat ditulisin.
Hayoooo ngaku pasti kamu juga gitu. Papasannya 3 detik, nulisnya 3 jam. Belum termasuk ngayal sambil gegoleran di kasur, dengerin lagu di radio yang jalan ceritanya mirip atau dimirip-miripin sama kisah sendiri. Nggak inget lapar, nggak inget haus. Bahkan emak manggil pake suara falsetto pun tetep nggak beranjak kalau belum didatangi bawa penggebuk kasur.
Tapi kalau ditanya apa ada unfinish-business yang kadang masih saya kenang, jawabnya sih ada.
Maksudnya unfinish-business itu kami nggak pernah jadian. Tapi sebenarnya (bisa aja) ada sesuatu. KALAU saat itu ada yang mau memulai. Yaaaa... semacam TTM gitu deh (ini singkatan jadul banget yak). Kalau gambaran jaman now-nya kayak lagunya si Meghan Trainor yang Just a Friend to You. Inti lagu itu : “Kamu bilang kita cuma teman. Padahal kamu dan aku sama-sama tahu bahwa yang namanya teman itu jelas nggak kayak gini”. Eaaaaaa.... racun banget ini lagu.
Si unfinish-business ini kadang (beneran cuma kadang. Suwerr!! Ini suami pasti baca soalnya) masih mengirimkan “what if” ke otak saya. What if we made the move... what if we didn’t say things we said... what if we said the things we didn’t... Berandai-andai begini dan begitu.
Tapi seiring berjalannya waktu (dengan kata lain, semakin tuanya umur), saya sadar bahwa itu adalah what if yang sangat besar. A very big what-if. Karena di antara kami ada perbedaan mendasar yang bikin mentok. Nggak bakal ada jalannya.
Tapi apa dia masih saya simpan juga dalam hati? Iya.
Di salah satu sudut.
Tapi sudut yang kecil banget.
Cuma sekedar jendela kecil. A very mini-tiny window. Yang sesekali saya buka untuk sekedar senyum-senyum sendiri saat lagi bad mood.
Meski begitu saya tahu bahwa nggak sehat untuk berlama-lama membuka jendela itu. Saya nggak mau dihisap sama pusaran lagu putri duyung yang keluar dari sana. Nggak mau terhipnotis. Saya nggak bisa renang, cuy! Kalau sekali dibawa putri duyung masuk ke laut udah pasti modar.
Kalau di film-film Hollywood nih, ada banyak banget jalan cerita tentang dua orang yang udah bercerai, kemudian terlibat dalam sebuah situasi bersama, trus endingnya mereka ‘sadar’ bahwa mereka masih saling cinta dan memutuskan untuk balikan.
Tapi di dunia nyata, kayaknya sih yang lebih banyak terjadi itu yang CLBK sama mantan pacar. Kadang malah ada yang rela ngelupain suami/istri sah.
Kenapa?
Karena kalau bekas suami/istri kan kitanya udah tahu busuk-busuknya. Udah hapal jam berapa dia kentut. Di mana dia suka naruh sempak bolong. Kapan aja dia jadwalnya ngupil. Udah bosen juga dengerin dia makan dengan mulut berbunyi. Jadi boro-boro mau diajakin balik. Pisahnya aja pake selametan tumpeng saking bersyukurnya.
Sementara mantan pacar?
Baru kelihatan bagusnya aja. Kebayang senyumnya yang manis, lesung pipitnya yang ngegemesin, suara ketawanya yang renyah, pilihan parfumnya yang wangi, suaranya saat nyanyi lagu-lagu romantis... and the bla and the ble.
Justru di situlah jebakannya. Ilusi yang menciptakan rasa penasaran.
Padahal begitu dilakoni, ya ketemunya gitu lagi gitu lagi. Baru ketahuan kalau si dia yang senyumnya menawan ternyata males sikat gigi. Atau jarang ganti baju. Atau bau kakinya bisa bikin tikus sekarat.
Kenangan akan mantan itu bolehlah sesekali dibuka. Sekedar buat senyum-senyum sendiri.
Tapi janganlah pula dilupa.
Mantan pacar itu ibarat ice cream. Atau permen. Atau coklat. Atau pizza meat lover dengan pinggiran cheesy bite. Enak. Enak banget. Tapi nggak baik buat kesehatan kalau keseringan.
Sementara suami/istri itu ibarat sayuran dan ikan. Yang nggak suka ya bilangnya nggak enak. Tapi nyatanya emang mengandung nutrisi yang tubuh kita perlukan setiap hari untuk tetap sehat.
Ha? Pasanganmu emang nggak suka junk food? Nah selamat deh! Berarti dia orangnya setia sama kamu.
(eaaaaa.... ada yang seneng nih disamain sama sayur bayam
